SUDAHKAH PUASA KITA MEMBUAHKAN HASIL?
Begitu banyak musibah yang melanda negri ini. Bencana alam yang datang
silih berganti, seakan-akan tak pernah berhenti mendera bangsa kita.
Gelombang tsunami, gunung berapi, lumpur lapindo, tanah longsor dan masih
banyak lagi bencana-bencana lain yang semua masih menyisakan tangis sanak
famili dari korban-korbannya. Entah sampai kapan negri ini akan selesai
dari semua ujian atau mungkin 'adzab' ini?
Belum lagi sederetan kasus-kasus 'heboh' dan kriminalitas yang setiap
harinya tidak pernah sepi menghiasi lembaran surat kabar kita. Dari
maraknya pesta seks bebas dan narkoba di tengah para pelajar/mahasiswa,
kawin-cerai di kalangan 'publik figur', pembunuhan antar kerabat dekat,
pemerkosaan ayah dengan anak kandungnya, hamil tanpa status ayah yang
jelas, kawin kontrak yang tengah marak di tengah masyarakat dan perguruan
tinggi, perselingkuhan di perkantoran, aborsi, bocah SD bunuh diri,
penyulikan anak yang berakhir dengan sodomi dan pembunuhan, KKN di semua
instansi baik pemerintah mau pun swasta, 'ilegal logging', pembobolan
bank-bank, dan masih banyak lagi aksi-aksi kejahatan dan kemaksiatan baik
yang dilakukan secara kolektif maupun individu yang belum disebutkan.
Mungkinkah ini yang membuat negri kita tak pernah berhenti dari malapetaka
yang menimpa dan dari keterpurukan yang semakin melanda? Karena musibah
tidak akan menimpa suatu negeri melainkan disebabkan oleh ulah tangan
kebanyakan penduduknya (kemaksiatan yang mereka perbuat), sebagaimana
disinyalir dalam banyak firman Allah di antaranya, artinya,
"Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana
yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri." (QS. an-Nisa: 79).
Dalam ayat lain, Allah subhanahu wata'ala berfirman, artinya,
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia, supaya Allah merasa kan kepada mereka sebahagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS.
ar-Ruum: 41)
"Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh
perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari
kesalahan-kesalahanmu)." (QS. as-Syura: 30)
Bahkan kita menyaksikan dan mendengar sendiri bukan hanya pelaku-pelaku
kemaksiatan tersebut saja yang menjadi korban dari keganasan dan dasyatnya
adzab Allah subhanahu wata'ala bahkan orang-orang yang tidak tahu menahu
akan perbuatan bejat dan nista orang-orang di sekililingnya juga menjadi
sasaran dari amukan kemarahan Sang 'Muntaqim'. Allah subhanahu wata'ala
telah berfirman, artinya,
"Dan pelihara lah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa
orang-orang yang zhalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah
amat keras siksaan-Nya." (QS. al-Anfal: 25)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Apabila keburukan/kejahatan telah tampak nyata (merajalela) di muka bumi
ini, maka Allah akan menurunkan adzab-Nya kepada penduduk bumi tersebut,
maka aku (Aisyah radhiyallahu'anha) berkata, sekalipun di antara mereka
terdapat orang-orang yang ta'at kepada Allah, Nabi menjawab, iya, tetapi
kemudian mereka dikembalikan kepada rahmat Allah subhanahu wata'ala." (HR.
Ahmad, dishahihkan oleh al-Albani)
Peristiwa dasyat beberapa tahun lalu masih segar dalam ingatan kita.
Seharusnya sangat cukup menjadi pelajaran untuk menyadarkan siapun yang
merasa memiliki andil dalam mendatangkan kemurkaan Sang 'Syadidul'Iqab'.
Apalagi kaum muslimin yang merupakan kaum mayoritas negri ini, baru saja
digembleng sebulan penuh di bulan Ramadhan yang suci, dengan banyak
mendekatkan diri di dalamnya, bertaubat dari semua maksiat yang telah
diperbuat, banyak merenung dan memikirkan kehidupan masa depan yang lebih
baik, tentu akan membuat kita penduduk negri ini semakin sadar dan berhenti
dari melakukan hal-hal yang dapat mendatangkan musibah-musibah itu lagi.
Ramadhan yang setiap tahunnya datang kepada kita dengan izin Allah
subhanahu wata'ala seharusnya telah mengantarkan kita kepada ketaqwaan
haqiqi yang merupakan tujuan dan target dari disyariatkan puasa di
dalamnya. Yaitu berupa kemampuan dalam mengerjakan perintah-perintah Allah
subhanahu wata'ala dan meninggalkan larangan-larangan-Nya secara maksimal
yang dapat menjadi faktor terbesar menghambat dan meredam kemurkaan Allah
subhanahu wata'ala.
Allah subhanahu wata'ala telah berfirman yang artinya,
"Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada
diantara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang
mereka meminta ampun". (QS. al-Anfal: 33)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Allah subhanahu wata'ala berfirman, "Demi kemulian dan keagungan-Ku, Aku
senantiasa akan mengampunkan dosa-dosa hamba-hamba-Ku selama mereka mau
meminta ampun kepada-Ku" (HR. Ahmad dan al-Hakim, dishahihkan oleh
al-Albani)
Beliau shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda,
"Bertaqwalah kepada Allah di mana saja kamu berada, dan ikutilah keburukan
dengan kebaikan niscaya ia akan menghapuskan keburukan tersebut, dan
pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik." (HR. at-Tirmidzi, dengan
sanad hasan shahih)
Ramadhan yang tidak pernah absen dari tahun-ketahun, yang telah kita jalani
sampai saat ini seharusnya telah mengantarkan kita menjadi pribadi-pribadi
yang muttaqin, sehingga semua yang menjadi karekteristik al muttaqin telah
ada pada diri-diri kita, karakteristik yang mulia seperti yang dijelaskan
dalam banyak ayat-Nya.
Di antaranya Allah subhanahu wata'ala berfirman, artinya,
"(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang
maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan
(kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan
(juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya
diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa
mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah -
Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka
mengatahui." (QS. Ali'Imran: 134-135)
Dalam ayat di atas Allah subhanahu wata'ala menyebutkan bahwa di antara
karakteristik mereka adalah:
a.. Menginfakkan/menyedekahkan sebagian hartanya di jalan Allah subhanahu
wata'ala baik dalam keadaan lapang (kaya, senang atau sehat) maupun dalam
keadaan sempit (miskin, susah atau sakit). Kalau mayoritas masyarakat
kita memiliki sifat seperti ini tentu ini akan menjadi kontribusi yang
cukup besar dalam mengentaskan dan mengikikis habis atau setidaknya
meminimalisir tindakan pelaku-pelaku kemaksyiatan yang pada umumnya
selalu berdalihkan himpitan ekonomi di balik perbuatan mereka. Karena
berarti 'pintu' yang mereka jadikan sebagai dalih di balik kejahatan yang
mereka kerjakan telah ditutup dengan memberdayakan harta shadaqah yang
dikeluarkan oleh 'al-muttaqin' tersebut. yang pada akhirnya dapat menjadi
peredam kemurkaan dan adzab-Nya.
b.. Mampu meredam emosi dan amarah. Tidak kita ragukan lagi bahwa
sederatan kemaksiatan dan tindakan kriminalitas terjadi karena tidak
mampunya para pelaku dalam mengendalikan emosinya dan menahan syahwatnya.
Tentunya dengan buah dari puasa Ramadhan inilah seharus nya kita semakin
dapat mengendalikan dan meredakan emosi dan amarah tatkala ia bergejolak
dan menahan hawa nafsu manakala ia mengajak kita ke jalan-jalan maksiat.
Sehingga bencana-bencana yang merupakan jelmaan dari kemahadasyatan murka
Allah subhanahu wata'ala pun dapat diredakan dan tidak datang menimpa
kita kembali.
c.. Memaafkan kesalahan orang lain. Sifat ini juga bisa menjadi salah
satu faktor semakin berkurangnya kemaksiatan. Betapa tidak, karena
kemaksiatan dan kejahatan tidak jarang terjadi karena permusuhan dan
tidak saling memaafkan di antara mereka, atau masih terdapatnya di dalam
diri mereka sifat dendam yang berakhir dengan saling menganiaya, saling
membunuh dan lain sebagainya. Maka kasus-kasus ini dapat diatasi ketika
manusia telah tumbuh dalam dirinya sifat pemaaf. Dan akhirnya dapat
meredam kemurkaan-Nya.
d.. Segera meminta ampun dan bertaubat kepada Allah subhanahu wata'ala
atas dosa-dosa yang telah diperbuat baik dari dosa kecil maupun besar,
dan dia memiliki tekad yang kuat untuk tidak mengulangi
perbuatan-perbuatan dosa itu lagi.
Buah Ramadhan bukan hanya mampu meredam murka Allah subhanahu wata'ala tapi
juga dapat mendatangkan keberkahan untuk negri kita ini jika buah tersebut
betul-betul telah dimililiki dan diraih oleh semua penduduk negri ini,
sebagaimana janji Allah subhanahu wata'ala, artinya,
"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah
Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi
mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya." (QS. al-'Araf: 96).
Demikian, mudah-mudahan uraian yang singkat ini dapat menggugah hati kita
dan membuat kita semakin semangat untuk memperbaiki serta meningkat kan
amal sholeh kita sehingga dapat menjadi peredam murka dan sekaligus pembawa
berkah ilahi.
(Disarikan oleh Abu Nabiel Muhammad Ruliyandi dari berbagai sumber)
source: www.alsofwah.or.id
Read more...
<< Home