Syukur Memacu Ketaatan
Syukur merupakan wujud terima kasih hamba kepada Allah atas nikmat dan
karunia-Nya. Sedangkan taat adalah wujud penghambaan diri manusia kepada-Nya.
Menurut ahli tafsir al-Raghib al-Ishfahani, dalam kata dasar syukur dari
syakara tersimpul dua hal dasar yang saling terkait.
Pertama, gambaran seorang hamba tentang nikmat Allah.
Kedua, upaya sang hamba menampakkan kebernikmatan itu.
Gambaran tentang nikmat Allah adalah kedalaman dan keluasan spektrum
pandangan hamba tentang nikmat Tuhan. Upaya menampakkan kenikmatan adalah
melalui sikap menghargai semua nikmat Allah dan memaksimalkan cara
bersyukur kepada-Nya.
Cara bersyukur ada tiga, yaitu:
1. dengan hati mengakui dan menghargainya,
2. dengan lidah memujinya, dan
3. dengan perbuatan memanfaatkannya menurut tuntunan Yang Memberi disertai
sikap menghambakan diri kepada-Nya.
Semakin dalam dan luas pandangan seseorang tentang nikmat Allah akan
semakin meningkat pula ketaatan kepada-Nya.
Dalam kaitan ini syukur bertolak belakang dengan kufur yang berarti
menutupi.
Orang yang tidak bersyukur disebut kufur nikmat karena tidak jujur
mengakui nikmat Allah.
Dia berusaha menutupi keberadaan nikmat Allah seraya meminimalkan cara
bersyukur sebatas lidah dan seremonial. Hamba materialis hanya akan
mensyukuri harta secara sempit, misalnya, dengan menjamu rekan dan sahabat
secara wah.
Hamba materialis bisa terjerumus menjadi budak harta.
Hamba yang benar-benar bersyukur adalah yang mampu menghargai semua nikmat
pemberian Khalik, berbaik sangka pada cobaan-Nya, dan semakin mendekatkan
diri kepada-Nya.
Pada sebuah hadis diceritakan, Rasulullah SAW yang sudah dijamin masuk
surga ternyata kualitas dan kuantitas ibadahnya justru luar biasa.
Demi menjadi orang yang paling takwa kepada Allah, sampai-sampai kaki
beliau memar dan lecet karena shalat malam.
Ketika ditanyakan oleh para sahabat, termasuk istri beliau Aisyah,
''Mengapa Engkau masih beribadah sedemikian rupa Ya Rasulullah?
Bukankah dosamu yang lalu dan yang akan datang sudah dijamin diampuni
Allah?''
Beliau menjawab singkat, ''Apa tidak boleh aku menjadi hamba yang
bersyukur?'' (HR Bukhari-Muslim).
Jawaban Rasulullah ini mengisyaratkan, syukur dan taat itu terkait erat.
Manusia hidup tak pernah luput sedetik pun dari nikmat Allah.
Hamba yang bersyukur juga tidak akan pernah lalai untuk taat kepada-Nya
walau sedetik.
Andaikan hilang sebagian kecil nikmat Allah dari dirinya tidak akan
mengurangi syukur dan ketaatan kepada-Nya.
Bahkan, saat nikmat semakin melimpah pun juga tidak membuat dia melupakan-
Nya.
Ada beberapa hal yang bisa meningkatkan kesadaran kita untuk bersyukur
atas nikmat Allah SWT.
Antara lain, menyadari nikmat Allah sangat beragam, begitu banyak dan tak
terhingga (QS Ibrahim: 34).
" Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu
mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat
kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat
mengingkari (nikmat Allah)".
Juga menyadari sepenuh hati bahwa Allah Maha Segala-galanya, Allah tidak
membutuhkan apa pun, termasuk syukur manusia. Justru kita yang membutuhkan
syukur dari Dia. Siapa yang bersyukur sesungguhnya dia bersyukur demi
dirinya sendiri (QS Luqman: 12).
" Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman,
yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada
Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan
barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi
Maha Terpuji".
Read more...
<< Home