Who links to my website?
Photobucket

Wednesday, July 12, 2006

Dzikrul Maut

Dzikrul Maut
KH Abdullah Gymnastiar

Ingatlah kematian. Demi Dzat yang nyawaku berada dalam kekuasaan-Nya, kalau
kamu mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kamu akan tertawa sedikit dan
banyak menangis.(Rasulullah SAW)

Ada seorang teman yang rajin beribadah. Shalatnya tak lepas dari linang air
mata, tahajud tak pernah putus, bahkan anak dan istrinya pun diajak pula
berjamaah di masjid. Selidik punya selidik, ternyata saat itu dia sedang
menanggung utang. Di antara ibadah-ibadahnya itu dia selipkan doa-doa agar
utangnya segera terlunasi. Selang beberapa lama, alhamdulillah Allah
berkenan melunasi utang teman tersebut.

Sayangnya begitu utang terlunasi, doanya mulai jarang serta hilang pula
motivasi ibadahnya. Awalnya, kalau kehilangan shalat tahajud ia sedih bukan
main. Lama-kelamaan ia malah senang karena jadwal tidur menjadi cukup.
Sebelum adzan biasanya sudah ke masjid, tapi akhir-akhir ini datang ke
mesjid justru ketika azan. Hari berikutnya ketika adzan tuntas baru selesai
wudhu. Lain lagi pada besok harinya, ketika adzan selesai justru masih di
rumah, hingga akhirnya ia pun memutuskan untuk shalat di rumah.

Saudaraku sahalus-halus kehinaan di sisi Allah adalah tercerabutnya
kedekatan kita dengan-Nya. Awalnya terlihat dari menurunnya kualitas
ibadah. Ilmu yang dapat membuatnya takut kepada Allah tidak bertambah.
Maksiat pun mulai dilakukan. bila Imam Ibnu Athaillah berkata, Rontoknya
iman ini akan terjadi pelan-pelan, terkikis-kikis sedikit demi sedikit
sampai akhirnya tanpa terasa habis tanpa tersisa.

Kalau ibadah sudah tercerabut satu persatu, maka inilah tanda mulai
tercerabutnya hidayah dari Allah. Selanjutnya mudah ditebak, ketahanan
penjagaan diri menjadi blong, kata-katanya tak lagi terjaga, mata jelalatan
tidak terkendali, emosi pun mudah membara. Apalagi tatkala shalat, yang
merupakan benteng dari perbuatan keji dan munkar, mulai lambat dilakukan
atau bahkan mulai ditinggalkan. Ibadah yang lain nasibnya tak jauh beda,
hingga akhirnya meningallah ia dalam keadaan hilang keyakinannya kepada
Allah. Inilah yang disebut su'ul khatimah (jelek di akhir), naudzhubillah.
Apalah artinya hidup kalau berakhir tragis seperti ini.

Kita bisa mengambil hikmah dari kisah tersebut. Mengingat mati sangat
efektif dalam mengerem perbuatan maksiat kita. Bagaimana kalau tiba-tiba
kita mati, padahal kita sedang maksiat? Tidak takutkah kita mati su'ul
khatimah? Ternyata ingat mati menjadi bagian yang sangat penting setelah
doa dan ikhtiar dalam memelihara iman di hati.

Rasulullah SAW mengingatkan para sahabat untuk mengingat kematian. Suatu
hari beliau mendapati sekumpulan orang yang sedang tertawa-tawa. Beliau
bersabda, Ingatlah kematian. Demi Dzat yang nyawaku berada dalam
kekuasaan-Nya, kalau kamu mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kamu
akan tertawa sedikit dan banyak menangis.

Mengingat mati akan membuat kita lebih terkendali. Ada semacam rem untuk
tidak melakukan maksiat. Kita pun akan lebih terarahkan untuk melakukan
hanya yang bermanfaat saja. Kalau kita lihat para 'arifin dan salafus
shalih, mengingat mati bagi mereka, seumpama seorang pemuda yang menunggu
kekasihnya. Di mana seorang kekasih tidak pernah melupakan janji
kekasihnya. Menjelang kematiannya, Sahabat Hudzaifah berkata lirih,
"Kekasih datang dalam keadaan miskin. Tiadalah beruntung siapa yang
menyesali kedatangannya. Ya Allah, jika Engkau tahu bahwa kefakiran lebih
aku sukai daripada kaya, sakit lebih aku sukai daripada sehat, dan kematian
lebih aku sukai daripada kehidupan, maka mudahkanlah bagiku kematian
sehingga aku menemui-Mu.

Semoga kita digolongkan Allah SWT sebagai orang yang akan memperoleh
khusnul khaatimah sebagai Pengendali

Read more...