Who links to my website?
Photobucket

Saturday, March 25, 2006

Mengingat Kematian

Suatu hari, seorang lelaki sedang tiduran di bawah pohon
apel. Tiba-tiba salah satu dari buah apel gugur dan
menimpa salah satu bagian badannya. Laki-laki itu lantas
berpikir. Kenapa barang ini jatuh ke bawah? Bagi orang
biasa, jatuh ke bawah adalah hal biasa, sebab yang namanya
jatuh, sudah pasti ke bawah. Tidak perlu pemikiran yang
lebih sulit lagi. Tapi bagi laki-laki berotak cerdas ini
menjadi hal yang luar biasa. Dan dari gerilya pemikiran
laki-laki inilah lahir teori gravitasi bumi yang mashur
itu. Dan laki-laki itu bernama Newton, fisikawan Eropa.

Tiba-tiba, suatu hari saya mengingat laki-laki itu. Sebab
ketika saya sedang santai di bawah pohon mangga, setelah
letih bekerja, tiba-tiba salah satu buah mangga, jatuh dan
menimpa saya. Karena otak saya tidak secerdas otak Newton,
kejadian itu juga saya pandang biasa-biasa saja. Tapi ada
satu yang menjadi luar biasa adalah, ketika yang jatuh itu
adalah buah yang masih muda. Bahkan untuk menjadi masak,
buah ini perlu proses alamiah yang lebih lama lagi.

Kenapa mangga muda yang jatuh? Bukankah ada mangga yang
lebih layak jatuh terlebih dahulu? Pandangan umum manusia,
suatu saat akan sangat berbeda dengan kekuasaan Sang Maha
pencipta. Kita mengatakan, benda ini layaknya begini dan
begitu. Tapi, Allah SWT mempunyai hak prerogatif untuk
berkata dan bertindak lain. Dalam bahasa orang-orang yang
beriman: Apa yang terjadi di dunia ini, sudah barang tentu
ada dalam lingkup qada dan qadar-Nya. Dan jatuhnya mangga
muda itu, tak hanya sekedar terkena tiupan angin yang
berhembus belaka, tapi di balik itu semua, Allah SWT ikut
berperan di dalamnya.

Alhamdulillah, dari jatuhnya mangga itu, saya diingatkan
untuk yang kesekian kalinya oleh Allah, untuk mengingat
kembali sesuatu yang sangat penting, yaitu kematian. Ada
sebuah kisah, bahwa seorang saleh zaman dulu, pernah
meletakkan batu nisan di depan pintu rumahnya. Tujuannya
tak ada lain hanyalah agar setiap saat ia bisa mengingat
kematian. Itu tentu wajar -wajar saja, sebab datangnya
ajal adalah sebuah kepastian, dan tak ada satu mahlukpun
yang mengetahuinya.

Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian)
seseorang apabila telah datang ajalnya. Dan Allah maha
mengtahui apa yang kamu kerjakan. (QS 63:11)

Dan dalam perjalanan hidup saya, saya tidak harus
meletakkan batu nisan di depan pintu rumah saya. Kalau
berpikir ke belakang sana, sudah sangat sering sebenarnya
saya diingatkan tentang hal tersebut. Hal-hal yang
seharusnya saya lebih waspada dan cepat-cepat berbuat amal
kebaikan. Sebelum kematian menjemput saya.

Maka, ketika saya kejatuhan mangga muda, saya merenung.
Sudah sering sekali Allah mengingatkan saya dengan hal-hal
yang berhubungan dengan kematian, tapi apakah saya sendiri
sudah ingat dengan kematian yang akan menimpa saya? Dan
sudah cukupkah bekal saya jika tiba-tiba Izrail menemui
saya? Sudahkah saya termasuk golongan orang-orang cerdas
menurut prespektif Rasulullah? Karena menurut Rasulullah
orang-orang yang cerdas adalah orang yang selalu mengingat
kematian.

Saya meraba diri saya, dengan mengingat perbuatan selama
hidup saya ini. Saya mencoba bercermin dengan para
salafusshaleh, sudah sejauh manakah jejak mereka yang saya
laksanakan. Dan sudah sejauh mana kelayakan saya jika
menghadap-Nya.

Otak saya terus bergerilya. Walaupun otak saya tidak
secerdas seperti para penerima beasiswa, apalagi deretan
ilmuwan fisika dan para penerima hadiah Nobel, seperti
Newton misalnya, tapi mudah-muahan Allah memasukan saya
kepada deretan orang-orang cerdas menurut kacamata
khatamul ambiya, Muhammad SAW. Yang selalu mengingat akan
datangnya kematian. Itulah yang tak henti-hentinya saya
mohonkan pada-Nya

era muslim
Publikasi: 07/09/2005 10:28 WIB

Read more...